Insfrastruktur, bla bla bla……


Insfrastruktur, bla bla bla……

Jika Anda ingin membangun rumah/toko dengan uang pas-pasan. Maka ada 2 pilihan, pertama Anda membangun rumah tersebut sedikit-demi sedikit dengan alokasi yang tersedia, sehingga Anda tidak perlu berhutang. Tetapi tentu akan butuh waktu yang sangat lama. Kedua, Anda berhutang, untuk mempercepat proses pembangunan sehingga bisa segera digunakan dan diambil manfaat. Tentu ini tidak ekstrem, karena ini rumus sederhana yang bisa dilakukan semua orang. Sesederhana itu.

Membangun, apapun itu, akan menimbulkan efek collaps, itu pasti. Karena energy, waktu dan sumberdaya akan banyak terpangkas. Tapi membangun adalah soal jangka panjang. Ia tidak berefek instan. Seperti halnya kita lebih memilih membeli paket data daripada memperbaiki plafon rumah.

Kita tidak perlu berlomba dengan Negara-negara Asia seperti Jepang, China atau Korea Selatan, terlalu jauh. Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura atau Thailand, bahkan dengan Negara sekelas Filipina dan Vietnam yang masih seumur jagung pun,  insfrastruktur kita masih tertinggal. Mengapa mereka bisa? karena mereka mau. Apakah mereka berhutang? Ya. Tapi mereka paham rumus dasar, bahwa “insfrastruktur adalah salah satu cara efektif mengurangi kemiskinan dan kesenjangan secara nasional.”

Tidak ada yang instan, bahkan pembangunan China yang dilakukan sejak 50-an tahun lalu, efek bombastisnya baru dirasakan akhir-akhir ini. Anda bisa lihat, seperti apa China sekarang.  Sekali lagi, itu bukan simsalabim. Jadi, menurut hemat saya, apa yang dilakukan pemerintah selama 4 tahun ini sudah berada pada trek yang benar. Mengebut pembangunan di sektor fisik, tanpa menimbulkan efek signifikan terhadap ekonomi makro ataupun mikro. Sekalipun itu ada.

Namun yang memprihatikan sebenarnya adalah bagaimana mental masyarakat kita masih mental instan. Berharap kaya dalam waktu cepat. Mudah ditipu MONEY GAME dan sejenisnya. Lebih hoby membeli pulsa dan rokok , lebih suka membeli HP dan motor mahal, daripada memikirkan masa depannya sendiri. Sedang Negara kita makin tertinggal (pembangunannya), karena puluhan tahun fokus mensubsidi orang-orang tersebut yang selalu mengaku miskin.

Akhirul Kalam, Insfrastruktur bukan tentang apa yang akan kita dapat. Tapi tentang apa yang akan dinikmati anak-cucu kita kelak.

By: Me
Selengkapnya...

Memulai menulis Diri Sendiri




Adakalanya seseorang bisa menjadi besar karena sesuatu yang ia tulis. Dengan kata lain, buku tak hanya memberantas kebodohan atau memberi pengetahuan. Buku, juga media untuk memuluskan tujuan penulis atau siapapun yang berkepentingan dengan penulisan itu.

Di saat-saat genting, siapapun bisa saja menulis berbagai macam opini pengkritisan. Saat dunia sedang carut-marut atau terjadinya sesuatu yang menggemparkan di tiap kehidupan orang, maka rangsangan untuk menulis akan lebih sering muncul. Walau bisa dikatakan, hal tersebut hanya sebatas efek sementara.

Siapa sangka jika Mein Camp, buku Hitler yang terkenal itu adalah buah tangan saat ia di penjara. Pramoedya Ananta Toer atau yang biasa dipanggil Mas Pram juga mengalami hal yang sama.

Memang, terkadang kita harus menghadapkan diri pada ketertekanan dan tingkat emosional tertentu untuk dapat berpikir pada alur tertentu. Kita juga butuh memenjarakan diri dari segala kebisingan dan hiruk pikuk dunia. Atau lepas bebas samasekali.

Tapi sadarkah kita? Bahwa semua orang bisa menjadi penulis? Semua orang bisa menjadi diri mereka sendiri. Hanya dengan satu jalan mudah. Buku harian.

Saya pribadi menyesal karena baru memikirkan hal tersebut saat usia saya sudah menginjak duapuluh lima tahun.

Tak perlu takut dengan bahasa yang kaku. Semua penulisan selalu diawali dengan kekakuan dan ketidakbakuan bahasa. Lambat laun, anda akan paham sendiri dimana letak kesalahan dan sisi terbaik dari tulisan anda.

Anda menyukai film? Atau membaca novel? Alangkah lebih bagusnya jika Anda sesekali membaca buku harian Anda. Saya yakin akan lebih bagus daripada menonton sebuah film atau membaca novel.






Selengkapnya...

Beberapa Jam Setelah Pesan yang Panjang itu

Pesanmu panjang bahkan terlalu panjang, datang tiba-tiba. Bukan karena isi, maksud atau siapa yang mengirim. Tapi aku menjadi heran, karena baru pertama aku menerima "sms" sepanjang itu. Telepon genggamku terseok-seok karena huruf-huruf kecil itu tak pernah habis. Kubaca sekali, dua kali, tiga kali, berkali-kali sehingga dapat mafhum kata demi kata. Atau sekedar meyakinkan bahwa "sms" itu tak salah orang.

Sebenarnya ingin aku membalas pesan panjangmu dengan beberapa kata saja, tak perlu berbelit. Cukup menekan beberapa huruf, selesai. Kupikir ini sepele. Tak perlu memeras otak apalagi menyita waktu berhargaku yang akhir-akhir ini sudah terbuang percuma. Tapi rupanya aku tertarik. Aku mulai sedikit memikirkan... "apa yang harus kutulis?"

Aku tidak suka menulis terlalu banyak. Bahkan buat mengisi blog atau kolom catatan saja aku tak pernah sempat. Tapi beberapa orang bisa melalui ini. Mereka terbiasa menulis dan membiarkannya tergeletak diatas meja atau bahkan dibuang begitu saja tanpa berharap akan sesuatu yang lebih "menghasilkan". Aku menyukai cara berpikirmu, simpel, cerdas tapi tidak serawut. Setidaknya menurutku.

Jujur, aku tidak pernah ingin terlibat dengan apapun, siapapun. Pertemuan dengan dia dan kau adalah sebuah kebetulan dan sebenar-benarnya kebetulan. Aku tak pernah tau sejauh mana aku mengenal kalian. Aku hanya bisa bersyukur bisa terlanjur berkumpul pada lingkaran kekonyolan kecil ini.

Dua tahun lalu,  di ibu kota. Saat semua mata tertuju pada kalian, di ruangan itu, hening. Setelah beberapa bait sajak terseret dan beberapa lagi hilang. Aku ingin katakan bahwa "kalian adalah pasangan duel yang serasi".
Sejak itulah aku mulai dekat dengan dia. Ada beberapa cerita kecil, kisah kecil dan beberapa lelucon kecil yang menghinggapi kami. Termasuk pada beberapa bait yang hilang itu.

Tetapi dia, si Broer itu... Ya, si Broer. Penyair kondang itu, yang terkenal angkuh di panggung dengan puisi-puisi cemerlangnya bahkan tak bisa jujur dengan dirinya sendiri. Ia juga suka membual sepertiku meski tak separah aku. Bisa kau bayangkan bagaimana jika aku dan dia berkumpul. Bahkan bebatuan di sekitar kami pun bisa beterbangan mendengar derai tawa yang tak kunjung hilang itu. Jika ada orang asing, kami akan disangka gila.

Sesekali aku memancing dan mengarahkan pembicaraan pada hal-hal berbau romantis. Tapi bukan karena dia tidak romantis, justru karena romantis, dia semakin menggila, kata-katanya membakar langit, beberapa bagian lagi ia hilangkan. Pernah kupaksakan untuk membongkar isi kepalanya, tapi kosong, sepertinya sudah ia simpan pada bagian lain.

Kau tahu, Jika sebentar lagi dia akan "menyusulmu" dan "mendahuluiku". Dan tahukah kau? Dari siapa aku mendengar kabar itu? Bahkan si Broer pun tak pernah bersedia membuka mulutnya atau mengetik beberapa pesan pendek untuk mengabari aku. Hanya ada kawan yang kebetulan berkawan dengan temannya sudi memberitahuku akan perihal itu.

Lalu, hanya karena sekelumit cerita itu kau mengirimiku pesan begitu panjang??? Atau ada beberapa orang lagi yang menjadi sasaran pesan panjangmu seperti "Vivi" atau yang lain atau bahkan si Broer juga?

Hmm... sepertinya aku mulai lelah. Buat apa kuteruskan. Sedang si Broer sudah menutup cerita setelah menemukan Utari-nya. Begitu pula kau yang lebih dulu menemukan tokoh Broer idamanmu. Sedang aku, hanya figuran yang berputar-putar, tenggelam dalam elegi hidupku sendiri. Dan sekali lagi menjadi korban SMS panjang.

Semoga cerita ini masih menemukan sekuel-nya.....

Surabaya, Okt 2010


Selengkapnya...

Problem is No Problems

Saya yakin jika Tuhan memberikan banyak ujian kepada saya semata-mata hanya untuk mempersiapkan saya pada sesuatu yang besar. Bagi kebanyakan orang, gagal itu perihal “sah sah saja”. Tapi saya tidak yakin seseorang akan berkata demikian kala menemukan kegagalan yang terjadi secara berulang-ulang. Hal semacam itu tentu akan menimbulkan penafsiran yang menurut saya aneh, semacam vonis lalai, karma, caranya nggak bener, kurang ikhlas, kurang ikhtiar, kurang doa dan sejenisnya. Lalu bisakah saya minta saran mereka dengan sebijak-bijaknya? Ah…

Buat saya, semakin besar kadar ujian seorang hamba, maka semakin besar pula tingkat kebijaksanaan yang diperoleh. Dan tak bisa dipungkiri kebijaksanaan itu nanti yang akan membawa kita pada kesempurnaan hidup.

Sedih, memang… ketika saya melihat beberapa kawan terlilit masalah yang tentunya tidak bisa saya anggap sepele. Tapi tentu akan lebih sedih lagi jika saya masih mendengar komentar seperti “dia sendiri yang salah” atau “dia sekarang begitu, soalnya dulu begini.” STOP!!!! kalian yang berkata demikian adalah kalian yang belum mengerti hidup.

Saya bukan tidak menghargai keberhasilan, atau perkataan orang-orang yang berhasil. Tapi cobalah melihat dari sisi yang berbeda.

Saya seringkali minta pendapat, minta nasehat dari beberapa orang di sekitar saya. Karena seringkali ketika kita terjebak pada suatu masalah, kadang kita susah mengenali diri dan keadaan kita. Tapi sungguh tipis beda antara memecahkan masalah dengan mengungkit masalah. Padahal, mengungkit masalah hanya akan berujung beban. Toh tanpa diungkit, kita sebenarnya bisa tahu dimana letak koreksi kesalahan kita. So, memberi motivasi atau solusi adalah hal terpenting. Hanya saja ke’aku’an itu yang perlu dikesampingkan.

Tapi ada satu masalah lagi, kebanyakan mereka yang memberi nasehat tidak mau menyingkirkan sedikitpun keakuan mereka alias lebih memaksakan apa yang mereka pikir sebagai hal cerdas dan lebih cermat. Mereka lebih berusaha menghilangkan keakuan orang lain tanpa berpikir untuk mengambil sesuatu yang lebih, yakni simpati.

Akhirnya, saya hanya bisa katakan kepada diri saya dan kawan-kawan. Bahwa kita sebenarnya telah dipersiapkan. Dipersiapkan untuk menjadi lebih baik, lebih kuat, lebih bijak dan lebih sempurna. Asah terus masalahmu, cari masalahmu, nikmati! Sampai kau benar-benar bijak.

Ahad, 5 September 2010

23.53 WIB
Selengkapnya...

Regulasi Memasuki Blog ini

  1. Blog ini adalah Blog pribadi, yang lebih mengacu pada pengalaman dari keseharian kehidupan saya. Tidak ada orientasi bisnis, politik, SARA atau afiliasi tertentu.
  2. Blog ini adalah murni hasil usaha tangan saya (meski domainnya numpang) bukan hasil beli, pinjem atau bahkan nyolong.
  3. Seluruh tulisan dalam Blog ini yang meliputi catatan, tutorial, sajak, cerpen maupun artikel adalah murni tulisan saya, bukan membajak, atau njiplak. (kecuali beberapa tulisan pada category Cerpen Mereka, itu saja)
  4. Seluruh tulisan dalam Blog ini masih pada batasan yang bisa saya pertanggungjawabkan
  5. Dikarenakan  lalu lintas dunia maya yang tak pernah ada habisnya dan tak kenal waktu, saya mengijinkan siapapun yang mampir di Blog ini untuk me-repost, mengambil atau menyebarkan sampah-sampah ini selama masih mencantumkan nama authornya, dan akan lebih bagus lagi jika disertakan link ke blog ini.
  6. Silahkan dikritik jika perlu dikritik, karena memang banyak kekurangan disana-sini (maklum, mungkin saya satu dari beberapa blogger miskin yang bergantung pada komputer hasil pinjaman dan mempostingnya dari warnet-warnet di pinggiran jalan)


          Salam Hangat


          Mahfud
Selengkapnya...