Kau

Aduhai, ternyata satu kata itu yang membuatku mulai terbangun. Satu kata, yang , entah darimana asalnya. Dari gubuk kejujuran, ataukah rumah kedustaan. Dan jika aku memikirnya, menasbihkannya pada butiran-butiran ombak di lautan. Maka teranglah, satu kata itu.. dengan sejujurnya. Tapi aku tak mau, biarlah ia bohong, karena hanya bohong itu yang bisa mengobatiku.
Dan taukah kau..??? kampungku kembali ramai walau tak ada dirimu di sana. Aku telah bersemangat memanggil orang-orang. Meski tanpa kau. Tampaknya ini semua pasti berlanjut, hanya masalah waktu bukan?
Kau menyerah pada takdir. Kau menyerah pada kebohongan. Sehingga penyerahanmu itu membebankan sesuatu hal yang begitu berat buatku. Apalah? kau yang selama ini menjadi tonggak hidupku, harus runtuh. Diterjang ketidaktahuan yang arogan, yang buatku semata-mata hanya demi... entahlah.

Kau membuat puisi? aku yakin kau tak bisa..
Tapi seburuk apapun itu, aku akan dengan senang membacanya. Hatiku tak kan pernah tertutup dengan semua ucapanmu walau tak paham 'bisa' apa lagi yang kau keluarkan. Kau pernah makan dengan sejuta kesenangan? tapi aku pernah, walau kau mungkin tak merasakannya. Jika kau merasa, maka aku akan lebih merasakannya.
Kau pernah marah? aku selalu marah, pada diriku yang bodoh, berteriak-teriak, memaki-maki di setiap sudut ruangan. Mengutuk siapapun yang sebenarnya tak pantas dikutuk. Kau pernah sadar? kau memang selalu sadar...
Selengkapnya...

Menipu Tuhan


Saudara Salamet, dalam satu hikayatnya pernah bercerita pada saya; seorang petani kecil yang hampir separuh hidupnya dihabiskan buat beribadah, suatu hari hendak menjemur beberapa potong pakaian yang ingin segera ia kenakan. Namun belum genap sejam turunlah hujan lebat yang kemudian meluluhlantakkan tiang jemuran beserta gelantungan talinya. Setelah dirasa cerah, petani itu dengan sabar memunguti lembar demi lembar pakaian yang tercecer. Mencucinya kembali dan menaruhnya pada tonggak-tonggak jemuran yang ia dirikan buat sementara waktu.
Tak berapa lama, ia hanya tersenyum simpul setelah beberapa butir hujan muncul kembali. Ia mengemasi jemurannya, takut, kalau-kalau hujan akan liar sebagai yang telah ditimpakan kepadanya. Tapi tiba-tiba cuaca cerah. Ia kembali menjemur. Tapi hujan turun. Ia ambil pakaiannya. Namun hujan kembali reda. Demikian, kejadian itu terjadi berulang-ulang. Ah, ia masih saja tersenyum sebagai kebiasaannya.
Sambil berucap sesuatu, ia berjalan menuju pelataran mushalla. Pergi ke tempat wudhu, bersuci. Merapikan pakaiannya, termasuk dengan sorban yang melilit di kepala dan tasbih siap di saku. Ia tersenyum, menghamparkan sajadah di 'pengimaman'. Mungkin ia pikir "tempat ini begitu nyaman". Kemudian ia tegakkan badannya, ia tetapkan pandangannya seraya mengangkat kedua tangan dan berucap....... dan rebahlah tubuh kering itu dengan perlahan menutupi sajadah. Ia rebah, ia terpejam, gerak nafasnya masih naik turun. Kemudian, entahlah...
Saya pikir ini anugerah.
Saudara Salamet melanjutkan; tapi beberapa jam kemudian petani itu terbangun, jelas bukan di alam barzah seperti persangkaan saya sebelumnya. Ia masih di dunia. Sambil tertawa terkekeh-kekeh, ia meninggalkan mushalla menuju halaman rumahnya. Menyaksikan jemuran yang seharian tak dihiraukannya itu. Ia terkekeh. Tawanya makin keras saja...
"Tadi Kau tipu aku," selorohnya sambil menyalakan sebatang rokok.
"Sekarang ku tipu Kau!!" ia tertawa... dengan tawanya yang makin keras dan lantang..

"Ah, ada saja bualanmu itu, Met," kata saya dalam hati.


Surabaya, 31 Agustus 2009

Selengkapnya...

Puasa Ritual

Tuhan...adakah ibadah yang bukan ritual?
Atau adakah ritual yang bisa mendekatkanku kepada-Mu,

Atau...
Ah, aku hanya melihat orang-orang kelaparan dan kekenyangan,
orang-orang berpesta pora dan menangis

Atau...
mereka yang menunggu-nunggu adzan di maghrib,
yang sebelumnya tiada pernah mereka sediakan waktu buat mendengarnya,
apalagi menungguinya seperti itu...

dan orang-orang itu....
Adalah aku sendiri

Aku ingin puasa Ritual ya, Rab...

jika shalat itu ritual, Aku ingin puasa
jika zakat itu ritual, aku ingin puasa
jika haji itu ritual, aku akan puasa
jika puasa itu ritual, aku puasa

Puasa dari segala ritual....

betapa sulitnya!!

Puasa hati...
kita terlalu terlena


Surabaya, 29-08-09




Selengkapnya...

Marah Pada Tuhan



Aku marah pada tuhan

Ia terlalu kaku

terlalu arogan...


Aku marah pada tuhan,

biar dia tahu bahwa aku juga bisa marah


Aku marah pada tuhan,

karena aku tak tahu apakah tuhan bisa marah...


Aku marah pada tuhan,

sebab tak kan pernah ada manusia yang semarah aku...

yang jauh dari kemunafikan dan kedustaan hidup


Tak seperti mereka

yang selalu menggantungkan dirinya pada harapan,

tunduk, tunduk dan tunduk

tanpa pernah tahu apa yang mereka kerjakan...


Aku marah pada tuhan,

bukan karena membencinya

melainkan karena aku membenci diriku.....


Aku marah pada tuhan

Marah!!! Marah sekali!!! Dengan marah yang amat sangat


Aku marah pada-Mu

sebab aku tahu,

bahwa Kau tak kan pernah memarahiku,

tiada pernah...


Surabaya, 28-08-09

Selengkapnya...