Kau

Aduhai, ternyata satu kata itu yang membuatku mulai terbangun. Satu kata, yang , entah darimana asalnya. Dari gubuk kejujuran, ataukah rumah kedustaan. Dan jika aku memikirnya, menasbihkannya pada butiran-butiran ombak di lautan. Maka teranglah, satu kata itu.. dengan sejujurnya. Tapi aku tak mau, biarlah ia bohong, karena hanya bohong itu yang bisa mengobatiku.
Dan taukah kau..??? kampungku kembali ramai walau tak ada dirimu di sana. Aku telah bersemangat memanggil orang-orang. Meski tanpa kau. Tampaknya ini semua pasti berlanjut, hanya masalah waktu bukan?
Kau menyerah pada takdir. Kau menyerah pada kebohongan. Sehingga penyerahanmu itu membebankan sesuatu hal yang begitu berat buatku. Apalah? kau yang selama ini menjadi tonggak hidupku, harus runtuh. Diterjang ketidaktahuan yang arogan, yang buatku semata-mata hanya demi... entahlah.

Kau membuat puisi? aku yakin kau tak bisa..
Tapi seburuk apapun itu, aku akan dengan senang membacanya. Hatiku tak kan pernah tertutup dengan semua ucapanmu walau tak paham 'bisa' apa lagi yang kau keluarkan. Kau pernah makan dengan sejuta kesenangan? tapi aku pernah, walau kau mungkin tak merasakannya. Jika kau merasa, maka aku akan lebih merasakannya.
Kau pernah marah? aku selalu marah, pada diriku yang bodoh, berteriak-teriak, memaki-maki di setiap sudut ruangan. Mengutuk siapapun yang sebenarnya tak pantas dikutuk. Kau pernah sadar? kau memang selalu sadar...

0 komentar:

Posting Komentar