Iran, Aawal Kebangkitan Timur Tengah

oleh: Mahfud*

“Sepanjang sejarah, Iran dikenal sebagai bangsa besar yang mampu menguasai wilayah Timur Tengah−termasuk di dalamnya Babylonia, Palestina dan Syria−, Asia Kecil, bahkan hingga kawasan Eropa. Sejarah kepahlawanan negeri Persia itu semakin lengkap tatkala berhasil menakhlukkan negeri Sparta tahun 480 S.M dibawah pimpinan Xerxes, putra Darius melalui pertempuran sengit di Thermopylae. Sejarah juga mencatat perkembangan kerajaan lembah sungai Eufrat dan Tigris pada masa Hammurabi maupun Nebukadnezar yang mampu memberikan kontribusi besar dalam perkembangan dunia. Salah satu karya besar negeri Babylonia ini adalah hukum Hammurabi yang memegang teguh penegakan hak-hak asasi manusia. Hingga abad ini Iran yang pernah 25 tahun berperang melawan Irak mampu menunjukkan eksistensi mereka sebagai bangsa yang beradab dan poros utama kekuatan Islam di kawasan Timur Tengah. Iran tidak henti-hentinya menghimbau kepada seluruh umat Islam dunia untuk bersatu agar terlepas dari ketertindasan serta monopoli kaum barat, menegakkan keadilan dan menciptakan perdamaian.”

***

Sebagai bagian dari penghuni kawasan Timur tengah, rakyat Iran dituntut untuk dapat survive secara mandiri, terutama pada fase-fase awal perkembangannya yang cukup tertinggal dibandingkan negara-negara lain selama kurun waktu 2500 tahun dibawah kekangan monarkhi yang absolut. Keberhasilan Revolusi Islam Iran pimpinan Ayatullah Ruhullah Khomeini pada 1979 telah melahirkan semangat baru menuju modernisasi yang revolusioner, antiimperialisme, menjunjung tinggi nasionalisme, dan ajaran Islam. Karakteristik itulah yang kemudian muncul dan mampu membawa masyarakat Timur tengah ke dalam persaingan membangun peradaban. Tidak hanya terbatas dalam bidang infrastruktur pemerintahan, melainkan juga memengaruhi nilai-nilai identitas nasional, sosial, politik, dan budaya. Kini, bangsa Persia yang diarsiteki Presiden Mahmoud Ahmadinejad dalam Republik Islam Iran itu tengah dihadapkan pada upaya mempertahankan peradaban yang komprehensif, kolektif, dan mampu menjadi poros dunia Islam. Tindakan tidak proporsional yang selama ini selalu ditunjukkan oleh beberapa negara adidaya memang selalu menyudutkan Islam dari berbagai posisi. Apalagi di era global saat ini umat Islam merupakan kalangan yang paling mudah menjadi bulan-bulanan tuntutan zaman. Kondisi ini diperparah dengan semakin meningkatnya kekuatan imperialis, kapitalis dalam menyebarkan makar-makar mereka yang pada akhirnya memunculkan perpecahan, krisis berkepanjangan dan sikap ultra-sensitif antar sesama umat muslim.

Kebangkitan Islam dalam mempertahankan eksistensinya merupakan sesuatu yang menjadi prioritas oleh masyarakat Iran saat ini. Apalagi kecenderungan merosotnya kepercayaan terhadap Islam yang selama ini dilontarkan oleh masyarakat internasional semakin meluas melalui isu-isu ‘terorisme’. Dalam hal ini Iran merupakan hampir satu-satunya negara berpenduduk muslim terbanyak yang masih lepas dari kesan terorisme dan kekerasan lainnya dalam dekade terakhir. Ini membuktikan bahwa kebangkitan Iran dalam mengusung landasan keislaman tidak dapat dipandang sebelah mata. Apalagi jika hanya menjadikan Irak sebagai asumsi akan keberadaan Iran yang dikhawatirkan mampu mengancam perdamaian internasional. Tidak hanya itu, konflik Syi’ah-Suni di area Teluk yang tak kunjung reda selalu dijadikan apologi oleh Amerika Serikat dan sekutunya dalam menuding Iran bahwa Ahmadinejad memiliki ambisi menjadi penguasa Timur Tengah setelah tumbangnya rezim Saddam Hussein. Mereka menilai tokoh-tokoh Syiah yang kini berkuasa di Irak dan juga di Iran termasuk Presiden Mahmoud Ahmadinejad merupakan orang-orang yang bersemangat membela ajaran dan nilai pokok Syiah. Pada saat yang sama mereka bukan hanya anti-Wahabi, tapi juga anti-Suni. Perspektif semacam ini sungguh mengandung resiko yang berbahaya mengingat kedua sayap Islam ini−Suni dan Syiah− sangat rentan membangkitkan luka-luka lama di antara kedua kelompok umat Muslimin. Namun berawal dari kesadaran dan sikap optimis segenap rakyat Iran dalam memegang semangat keislamannya, Iran mampu bangkit dan bersaing di dunia global saat ini.

Bangkitnya Republik Islam Iran melalui kemajuan teknologinya memang menyisakan permasalahan tersendiri bagi bangsa-bangsa Eropa-Amerika terutama program pengayaan uranium sebagai reaktor nuklir di negeri itu yang menjadi polemik hingga saat ini. Sungguh paradoks, Israel yang sejak dulu selalu menjadi biang keributan di berbagai belahan dunia serta berhasil membangun basis militer terbesar di Timur Tengah justru terkesan mendapat perlindungan dari PBB. Indikasi munculnya konspirasi internasional ini semakin jelas tatkala Mei 2008 diketahui bahwa jumlah misil nuklir yang dimiliki Israel telah mencapai ratusan. Namun hal ini belum sama sekali menimbulkan ketakutan atau kekhawatiran sedikitpun pada PBB selaku badan keamanan. Sedangkan Iran yang mengerahkan semua potensi dan sarana demi mengakhiri pendudukan dan pembunuhan warga sipil yang tak berdosa serta aktif melibatkan diri atas isu Timur Tengah, Palestina, Afganistan dan Irak selalu menjadi sosok yang harus diwaspadai. Sungguh ironis!

Sebelumnya, Iran sudah mendeklarasikan kepada dunia bahwa Iran telah berhasil menggapai teknologi produksi bahan bakar nuklir dan secara resmi masuk dalam daftar negara-negara pemilik teknologi canggih dan efektif tersebut. Apalagi teknologi nuklir Iran telah menembus batas-batas wajar hingga ke berbagai sektor yang sangat rumit. Selain menjadi sumber energi alternatif yang efektif, teknologi nuklir mampu menunjang di bidang kedokteran, industri, geologi, pertanian, pertambangan, dan sektor-sektor penting lainnya. Dalam hal ini Iran juga tetap menekankan komitmennya terhadap ketentuan internasional di bidang nuklir serta hanya akan menggunakan teknologi ini sebagai sarana pendukung fasilitas. Ini menunjukkan betapa besar potensi Iran dalam persaingannya di bidang teknologi maupun ilmiah. Keberhasilan Iran dalam mengembangkan teknologi nuklirnya memang patut menjadi contoh bagi negara-negara muslim lain. Bagi Iran, bukan saatnya menggantungkan diri kepada bangsa asing, setiap bangsa memiliki hak-hak untuk diperjuangkan termasuk yang berkenaan dengan permasalahan teknologi nuklir. Itulah sebabnya sampai saat ini Iran bersikeras untuk tetap melanjutkan program nuklirnya walau sempat mendapatkan sanksi PBB, sebab tidak layak jika Iran menghentikan program nuklirnya hanya atas dasar 5 negara anggota tetap PBB tanpa melibatkan bangsa-bangsa lain yang sebenarnya mempunyai hak yang sama. Terlepas dari setiap padangan ketidaksetujuan terhadap program nuklir manapun, tekanan yang dilakukukan Barat kepada Iran memang terkesan tidak adil. Sebab sikap serupa tidak diperlihatkan AS Barat kepada India, Pakistan, Israel, dan China ataupun negara-negara lain yang ikut mengembangkan program nuklir.

Keberhasilan ini memberikan pesan kepada semua masyarakat muslim bahwa sebagai umat yang besar dan beradab tidak perlu mengendurkan tekad di hadapan represi asing. Islam adalah agama besar, kuat, penuh cinta kasih, penuh kedamaian, dan mampu bersaing dengan lintasan perubahan jaman.. Iran adalah negara pertama yang membuktikannya. Sikap tegar pasca Revolusi 1979 tersebut juga menunjukkan bahwa Iran tidak akan pernah tunduk kepada Amerika Serikat walau dengan ancaman apapun.


Surabaya, 27 Juni 2008

0 komentar:

Posting Komentar